iklan

Warisan Sejarah Aceh dan Kewajiban Konstitusional Negara: Menyoroti Krisis Kemanusiaan di Wilayah Tengah

Dok - Ketua Umum HMI Cabang Takengon–Bener Meriah, Afdhalal Gifari. | Editor : Hidayat sabirun.


Aceh menempati posisi yang sangat penting dalam sejarah perjalanan Republik Indonesia. Kontribusi daerah ini bukan hanya tercatat dalam narasi lokal, tetapi juga berperan menentukan dalam mempertahankan eksistensi Indonesia di mata dunia internasional.


Salah satu bukti nyata adalah keberadaan Radio Rimba Raya di kawasan Aceh Tengah—yang kini masuk wilayah Kabupaten Bener Meriah. Pada masa agresi militer Belanda, radio tersebut menjadi sarana strategis untuk menyampaikan kepada dunia bahwa Republik Indonesia masih berdiri sebagai negara yang berdaulat.


Jejak sejarah ini seharusnya menjadi landasan moral sekaligus konstitusional bagi negara untuk memberikan perhatian serius kepada Aceh, terutama ketika wilayah tengah Aceh saat ini menghadapi kondisi krisis kemanusiaan akibat bencana alam. Dampak bencana tersebut telah memutus akses transportasi dan menghambat distribusi logistik bagi masyarakat.


Himpunan Mahasiswa Islam (HMI) Cabang Takengon–Bener Meriah menilai situasi yang terjadi tidak lagi dapat dipandang sebagai gangguan infrastruktur biasa. Kondisi ini telah berkembang menjadi keadaan darurat sosial dan kemanusiaan yang membutuhkan penanganan segera.


Terputusnya jalur distribusi utama berdampak langsung pada keterbatasan bahan pangan, melonjaknya harga kebutuhan pokok, serta menurunnya daya beli masyarakat. Anak-anak menjadi kelompok paling rentan terhadap ancaman kekurangan gizi, sementara lansia dan keluarga berpenghasilan rendah menghadapi risiko kerawanan pangan yang semakin serius.


Ketua Umum HMI Cabang Takengon–Bener Meriah, Afdhalal Gifari, menegaskan bahwa penanganan bencana harus berlandaskan pada pendekatan kemanusiaan.


“Ketika masyarakat berada dalam kondisi terisolasi, kehadiran negara menjadi sebuah keharusan. Langkah cepat dan terukur diperlukan, dengan fokus utama pada pembukaan akses, pemenuhan kebutuhan dasar, serta perlindungan bagi kelompok rentan,” ujarnya.


HMI menilai bahwa keterlambatan respons tidak hanya berdampak pada perekonomian masyarakat, tetapi juga berpotensi memicu krisis gizi dan masalah kesehatan dalam jangka menengah hingga panjang.


Karena itu, diperlukan intervensi terpadu antara pemerintah pusat dan daerah melalui percepatan perbaikan infrastruktur, pengendalian harga bahan pokok, serta distribusi bantuan logistik yang berkelanjutan dan merata.


HMI menegaskan bahwa menjadikan Aceh sebagai prioritas nasional dalam penanganan krisis bukan semata-mata didasarkan pada nilai historis, melainkan pada prinsip keadilan sosial, perlindungan hak hidup warga negara, serta tanggung jawab negara sebagaimana diamanatkan dalam konstitusi.


Penanganan yang cepat, transparan, dan berbasis data dinilai krusial untuk mencegah memburuknya kondisi kemanusiaan di wilayah tengah Aceh. Sebagai daerah yang turut menjaga keberlangsungan Republik Indonesia sejak awal kemerdekaan, masyarakat Aceh berharap negara hadir secara nyata dalam menjamin keselamatan, kesehatan, dan kelangsungan hidup warganya di tengah situasi krisis.

Lebih baru Lebih lama
© PT. MEDIA GAYO MUSARA