![]() |
| Gambar ilustrasi masyarakat mendapat bantuan perjiwa segengam beras | Foto : Hidayat sabirun. |
METRO GAYO | ACEH TENGAH - Peristiwa ini akan tercatat sebagai bagian dari sejarah kemanusiaan di Aceh Tengah. Di tengah bencana banjir dan longsor yang memutus akses logistik, sejumlah warga hanya menerima bantuan beras dalam jumlah satu genggaman tangan per jiwa, cukup untuk makan satu hari, Selasa(19/11/2024).
Bagi masyarakat yang mengalaminya, hari-hari tersebut bukan sekadar masa sulit, melainkan pengalaman hidup yang membekas seumur hidup. Beras yang biasanya ditakar dengan liter dan karung, kala itu hanya bisa ditampung di telapak tangan.
Seorang warga Kampung Rawe, Kecamatan Lut Tawar, mahdi (45), mengingat jelas masa tersebut. Ia mengatakan keluarganya sempat tidak memasak nasi selama beberapa hari sebelum bantuan datang.
“Gak ada lagi beras di rumah. Yang kami makan cuma labu rebus, itu pun dikasih tetangga kemarin,” kata Mahdi kepada Awak media, Selasa (14/11/2025).
Kondisi ini terjadi ketika jalur distribusi terputus total akibat longsor dan banjir bandang. Bantuan pangan yang masuk harus dibagi rata ke banyak korban, sehingga pembagian beras dilakukan sangat terbatas, bahkan per orang, hanya cukup untuk satu kali konsumsi.
Hal senada disampaikan Nora (38), seorang ibu rumah tangga yang tinggal di wilayah terdampak. Ia mengaku harus mengolah segenggam beras itu menjadi bubur encer agar bisa dimakan bersama anak-anaknya.
“Kami masak nasi dicampur air banyak supaya semua kebagian. Mau bagaimana lagi, yang penting anak-anak bisa makan,” ujar Nora, Selasa (14/11/2025).
Media nasional sebelumnya melaporkan bahwa sebelum bantuan logistik skala besar tiba, sebagian warga Aceh Tengah bertahan hidup dengan umbi-umbian dan sayuran seadanya. Kondisi tersebut menggambarkan betapa rapuhnya kehidupan masyarakat ketika bencana datang dan bantuan belum sepenuhnya menjangkau wilayah terisolasi.
Kini, meski situasi perlahan membaik, pengalaman menerima satu genggaman beras per jiwa untuk satu hari tetap menjadi cerita yang akan diwariskan dari mulut ke mulut. Bagi warga Aceh Tengah, peristiwa itu bukan sekadar soal bantuan, melainkan catatan sejarah tentang ketahanan, kesabaran, dan perjuangan hidup di masa krisis.
